Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Puisi Menunggu Angin Karya Diah Hadaning

Diah Hadaning


Puisi Menunggu Angin Karya Diah Hadaning adalah sebuah karya yang mendalam dan penuh makna, menggambarkan penantian penuh harapan akan perubahan dan keadilan. Dengan menggunakan simbolisme alam seperti pohon waru dan angin, puisi ini membawa pembaca ke dalam suasana tenang namun penuh ketegangan, di mana harapan dan realitas sosial bertemu dalam dialog sunyi yang menggugah perasaan.

Aku masih di bawah pohon waru

menunggu angin gugurkan kelopak bunga

berdialog sunyi dengan cuaca simpan cahaya

berdialog sunyi dengan jiwamu simpan bebatu

berdialog sunyi dengan samudra simpan rajah kala

aku masih di bawah pohon waru

menunggu angin kabarkan berita baru

tentang petinggi yang tak lupa janji

tentang kemurahan bagi setiap orang anak wayang

matahari mulai menghitam di tabir uap darah anyir

sepanjang pesisir, darah para martir

aku masih menunggu angin 

aku masih menunggu angin.


Puisi "Menunggu Angin" karya Diah Hadaning menggambarkan suasana yang penuh dengan kesabaran dan harapan. Berikut adalah analisis dari puisi tersebut:


Tema dan Makna:

Kesabaran dan Harapan: Penyair menggambarkan seorang individu yang menunggu sesuatu dengan sabar. "Aku masih di bawah pohon waru menunggu angin" menunjukkan ketenangan dalam menunggu perubahan atau kabar baru.

Keadilan dan Perubahan Sosial: Baris "tentang petinggi yang tak lupa janji" dan "tentang kemurahan bagi setiap orang anak wayang" mengisyaratkan harapan akan keadilan sosial dan pemenuhan janji oleh para pemimpin. Anak wayang mungkin mewakili rakyat kecil yang berharap akan perhatian dan kesejahteraan.

Imagery dan Simbolisme:

Pohon Waru: Melambangkan tempat perlindungan dan ketenangan. Pohon ini juga bisa menjadi simbol ketabahan dan daya tahan.

Angin: Melambangkan perubahan atau berita yang dinantikan. Angin yang menggugurkan kelopak bunga bisa diartikan sebagai datangnya perubahan yang diharapkan.

Cahaya dan Bebatu: "Berdialog sunyi dengan cuaca simpan cahaya" dan "berdialog sunyi dengan jiwamu simpan bebatu" menggambarkan interaksi dengan elemen alam dan jiwa yang mengandung makna introspektif dan reflektif.

Samudra dan Rajah Kala: Samudra bisa melambangkan kedalaman emosi dan waktu, sedangkan rajah kala (lukisan waktu) bisa mengisyaratkan perjalanan hidup atau nasib yang tak terelakkan.


Konflik dan Ketegangan:

Konflik Sosial: "Matahari mulai menghitam di tabir uap darah anyir sepanjang pesisir, darah para martir" menunjukkan adanya ketegangan dan pengorbanan. Darah para martir mengisyaratkan adanya perjuangan dan penderitaan di masyarakat.

Ketidakpastian dan Penantian: Penantian akan angin menggambarkan ketidakpastian tentang masa depan dan perubahan yang diharapkan.

Struktur dan Gaya Bahasa:

Repetisi: Repetisi frasa "aku masih di bawah pohon waru" dan "aku masih menunggu angin" menekankan kesabaran dan penantian yang panjang.

Dialog Sunyi: Penggunaan frasa "berdialog sunyi" menunjukkan introspeksi dan komunikasi batin yang dalam dengan diri sendiri dan alam.

Secara keseluruhan, puisi ini menyampaikan pesan tentang penantian penuh harap terhadap perubahan dan keadilan, dengan latar suasana yang penuh introspeksi dan kesadaran akan realitas sosial yang keras. Penyair menggunakan simbolisme alam untuk menggambarkan emosi dan harapan yang mendalam.

Diah Hadaning adalah sastrawati berkebangsaan Indonesia. Sejak muda, Diah Hadaning sudah bergelut di dunia sastra. Puisi-puisinya kebanyakan mengangkat tema anti-perbedaan suku, ras, agama, dan antar-golongan.




Posting Komentar untuk "Puisi Menunggu Angin Karya Diah Hadaning"